Ada 348 TI Rajuk di Merante. Penambang Lapor ke Gubernur, Pemilik Lahan Tani Minta Fee?

Ada 348 TI Rajuk di Merante. Penambang Lapor ke Gubernur, Pemilik Lahan Tani Minta Fee

Beltimnews.com, Gantung – PJ Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Kep. Babel) Ridwan Djamaluddin sidak ke daerah lokasi pertambangan ilegal di Danau Merante, Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur.

Saat kunjungan itu, ditemukan sebanyak 348 TI Rajuk dan sudah tidak ada lagi penambang yang beroperasi.

Diduga, para penambang sudah tahu kedatangan PJ Gubernur dan rombongan untuk memantau lokasi tersebut sehingga terlihat sangat sepi di lokasi pertambangan. Merski demikian, masih ada segelintir penambang yang beroperasi di lokasi tersebut.

Dalam kesempatan itu, Ridwan Djmaluddin membuka dialog kepada penambang yang berada di lokasi untuk meminta keterangan dan memberikan kesempatan bertanya terkait kendala atau perizinan tambang dari PT Timah Tbk.

Salah satu penambang mengajukan pertanyaan mengenai harga timah yang dipatok PT Timah Tbk yang rendah. Berbeda jauh dengan smelter yang mematok harga dengan jumlah yang tinggi. Karenanya, ia pun meminta penjelasan terkait hal tersebut.

“Kalau harga timah nanti akan kami atur bersama pemerintah, menteri-menteri dan pihak PT Timah Tbk di Jakarta, agar harga timah yang dibeli PT Timah Tbk jangan terlalu jauh atau akan kami standarkan agar semua pembeli sama nanti harganya. Karena kalau sama smelter itu gak ada pajaknya, sedangkan di dalamnya ada hak negara,” jawab Ridwan Djamaluddin, Rabu (03/08/2022).

Ridwan juga menegaskan terkait aliran pembuangan limbah agar jangan sampai tercampur dengan irigasi pertanian. Karena itu bisa merusak kualitas pertanian masyarakat sekitar yang berada di sekitar lokasi pertambangan.

“Untuk air limbah jangan sampai nanti tercampur dengan aliran irigasi pertanian karena selain kotor kita tidak tahu mineral-mineral berbahaya yang terkandung di dalamnya, sehingga jika kita konsumsi hasil pertanian itu bisa-bisa kita keracunan,” jelasnya.

Dalam dialog yang terjadi, kembali muncul pertanyaan dari seorang penambang lain, terkait lokasi tambang yang mereka gunakan sekarang adalah lahan pertanian pribadi milik seseorang dan pemilik lahan meminta fee sebesar 30 persen dari hasil pendapatan penambang. Hal ini tentu membuat penambang resah.

“Kalau kepemilikan lahan itu hanya permukaannya saja yang bersertifikat, di bawah tanah itu, satu sentimeter pun tanah punya negara. Jadi, kalau ada yang minta fee 30 persen itu salah dia, laporkan saja ke petugas keamanan karena sudah menyalahi aturan,” jawabnya.

Di akhir penjelasanya, Ridwan menekankan agar masyarakat harus mengikuti aturan yang berlaku agar nantinya kawasan yang ditambang saat ini tidak terus dirusak. Dengan adanya pendampingan dan pengawasan dari PT Timah Tbk, maka lahan tersebut bisa diminimalisir kerusakannya.

“Bapak-bapak semua kan orang sini jadi mari kita jaga sama-sama kampung kita ini agar tidak rusak. Mulailah urus perizinan dengan PT Timah Tbk. Kalau sesuatu yang kita yakini itu tidak sah dan tidak halal maka jangan dijalankan. Jika ada yang belum jelas, silahkan tanyakan kepada pemerintah, di sini ada kepala dinas, kepala desa, camat dan lain-lain, mereka siap bantu,” tutupnya.*

(Teguh | Beltimnews.com)