Kemana Pemerintah?, Mereka (Warga) seharusnya mendapatkan Hak yang sama di Negara Republik Indonesia ini?, Mengapa mereka “diabaikan”?
Tiga pertanyaan ini muncul ketika saya melihat langsung keadaan masyarakat Pulau Ketapang dan Pulau Batu yang terletak di Desa Tanjung Kelumpang, Kecamatan Simpang Pesak, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung.
Perjalanan ke Pelabuhan Tanjung Ruk
Titik awal keberangkatan saya dimulai dari Kota Manggar menuju ke Pelabuhan Tanjung Ruk yang berada di Desa Tanjung Kelumpang, dengan menggunakan trasnportasi darat yang memakan waktu 1 jam 20 Menit perjalanan. Dilanjutkan lagi menaiki Perahu Nelayan menuju Pulau Ketapang yang memakan waktu 1 jam 30 menit perjalanan laut.
Sesampainya di Pulau Ketapang, kami tak langsung berlabuh di tepi pasir atau pelabuhan pulau Kepatang, namun kami berhenti di perairan sekitar pulau yang berjarak kurang lebih 2 Km dan dilanjutkan menaiki Sampan atau perahu kecil untuk naik kedaratan Pulau Ketapang.

Pulau Ketapang Tak Kunjung Terang
Sampai di daratan Pulau Ketapang kami langsung melihat kondisi rumah rumah warga setempat yang gelap gulita karena tidak ada penerangan lampu. Salah satu warga setempat, Sardi (27) menceritakan jika dari pertama Pulau Ketapang dihuni, warganya tidak pernah menikmati fasilitas Listrik hingga sekarang. Sebagian warga mengandalkan tenaga surya untuk mendapatkan listrik, namun hanya dapat dipakai ketika malam hari.
“Sudah dari awal Pulau Ketapang tidak ada listrik, kalau sekarang warga yang ada uang mereka beli listrik tenaga surya, cas (isi daya) listriknya siang hari dipakai malam hari. Itu pun kalau siangnya panas tidak hujan, kalau hujan atau mendung saja terpaksa seharian sampai malam disini gelap,” ujar sardi
“kasihan anak – anak disini pak, kalau malam tidak ada listrik belajarnya terganggu” lanjutnya.
Warga Pulau Ketapang sudah pernah meminta fasilitas listrik kepada pemerintah setempat, namun permintaan kebutuhan tersebut belum pernah terwujud.
Fasilitas Sekolah Terabaikan
Hanya ada satu sekolah di Pulau Ketapang, yakni Sekolah Dasar Negeri 10 Simpang Pesak dengan memiliki Dua kelas saja. Ada 22 Murid SD yang bersekolah disana dengan ancaman keselamatan setiap masuk kelas, hal ini disebabkan kondisi atap sekolah yang sudah sebagian hancur.
“Sudah bertahun-tahun sekolah disini keadaannya sudah rusak, kalau hujan itu bocor sana sini. Bahkan kalau hujan semakin deras, anak-anak pasti lari keluar kelas karena takut atap sekolah roboh,” ungkap Sardi.



Selain kondisi sekolah yang sudah tidak layak, sardi mengatakan jika fasilitas olahraga untuk para murid juga sangat kurang. Mereka juga sudah sering meminta perhatian pendidikan di Pulau Ketapang kepada Pemerintah, namun lagi – lagi bantuan tersebut tak pernah terjawab.
Kesehatan Tak “Sehat”
Pulau Ketapang memiliki Satu Polindes Kesehatan yang di jaga oleh satu Bidan, namun ketika Bidan tersebut ada halangan ataupun hal penting lainnya, terpaksa Polindes tersebut kosong. Dan warga yang membutuhkan pertolongan kesehatan yang mendesak, terpaksa juga harus menyeberang lautan untuk naik ke Desa tanjung kelumpang agar mendapatkan perawatan.
“Betapa rumitnya hidup kami disini, fasilitas serba kekurangan dan kami tidak tau harus mengadu kesiapa lagi?”
Kalimat tersebut menampar saya sebagai jurnalis, mereka telah puluhan tahun “terjebak” dalam keadaan seperti ini. Namun disisi lain saya melihat betapa mewah dan gampangnya pemerintah membuat “Pesta” di Belitung Timur bahkan mereka sering pergi keluar daerah menggunakan “Uang Rakyat”. Sedangkan masyarakatnya disini ada yang tak pernah merasakan gampangnya hidup menggunakan Listrik dan ada anak anak yang dihantui rasa takut saat ingin bersekolah.
Perjalanan ke Pulau Batu (Batun)
Setelah melihat, mendengar serta merasakan langsung keadaan masyarakat Pulau Ketapang, Kami bertolak ke Pulau Batu atau Batun (penyebutan warga lokal) dengan mengunakan kapal perahu nelayan yang sama. Butuh waktu 3 sampai 4 jam menuju Pulau Batu tergantung cuaca atau arus laut pada saat berpergian.

Permasalahan yang dihadapi warga Pulau Batu tak jauh berbeda dengan warga Pulau Ketapang, seperti fasilitas pendidikan dan listrik, namun ada Dua masalah penting di Pulau Batu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, yakni ketersediaan Sinyal Seluler dan Fasilitas Polindes Kesehatan yang tidak tersedia.
Nestapa Pulau Batu (Batun)
Dijaman modern seperti saat ini tak lepas dari alat-alat teknologi seperti Handphone, Laptop maupun gadget yang lainnya. Dan internet sudah menjadi kebutuhan sehari – hari masyarakat, karena dapat mengakses dengan mudah informasi maupun mengirim kejadian ataupun meminta pertolongan dengan cepat melalui akses internet.
Bagaimana itu bisa bekerja jika tidak ada sama sekali sinyal internet ditempatmu?
Hal inilah yang dirasakan warga Pulau Batu hingga sekarang. Mereka sangat sulit menjangkau sinyal seluler untuk mengirim pesan ataupun mengakses informasi di internet.
Fahjriah (43) yang merupakan warga setempat menceritakan jika Pulau Batu seperti terlupakan oleh Pemerintah. Banyak fasilitas penopang kehidupan warga pulau setempat yang hampir tidak ada, seperti Listrik, Kesehatan termasuk sinyal seluler. Jika ada yang sakit warga terpaksa minum obat seadanya bahkan menyuntik sendiri, jika sudah parah warga terpaksa melewati ber jam-jam lautan demi mendapatkan perawatan.
“Tolong kami warga disini pak, kami sulit untuk berkomunikasi karna tidak ada sinyal. Polindes kami juga tidak ada yang jaga, dulu ada bidannya namun sudah bertahun-tahun kosong dan sekarang sudah rusak. Kami butuh sekali Listrik, Sinyal sama kesehatan,” ujarnya.






Warga juga menceritakan jika satu -satunya pejabat Pemerintah yang pernah ke Pulau Batu hingga saat ini hanya Basuri Tjhaya Purnama yang saat itu masih menjadi Bupati Belitung Timur. Kunjungannya waktu itu untuk memberikan fasilitas kesehatan dan juga memberikan perlengkapan anak-anak sekolah.
Pemerintah seharusnya peka terhadap kesulitan masyarakatnya, termasuk juga yang berada di pulau-pulau kecil yang masih dalam wilayah kabupaten Belitung Timur. Mengapa pemerintah tak dapat memberikan anggaran khusus untuk mengembangkan potensi pulau yang dapat dijadikan tempat wisata laut berkelas nasional?
Efeknya, selain masyarakat dapat mandiri, fasillitas penting juga dapat terpenuhi secara bertahap. Bahkan membuka Ekonomi Baru bagi masyarakat, dan membuka peluang besar mendapatkan Pendapatan Daerah dari turis maupun wisatawan yang berkunjung. Seperti layaknya Pulau Derawan, Berau di Kalimatan Timur.
Mengapa tidak sesensitif itu demi masyarakat?
(Wahyu Fajarullah)