OPINI OLEH : INKA NOVIA TUNGGADEWI, S.Tr.Pt (Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Bangka Belitung)
Belitungrayapos.com Bangka Belitung – Perubahan dunia kerja terus terjadi dengan cepat. Kemajuan teknologi, otomatisasi, dan trasnformasi digital membuat banyak pekerjaan tradisional mulai tergantikan, sementara kebutuhan akan keterampilan baru semakin meningkat. Pekerjaan yang dulu dianggap aman kini mulai tergantikan oleh otomatisasi seperti mesin-mesin atau AI (Artificial Intelligence), sementara permintaan terhadap keterampilan baru semakin meningkat pesat. Dalam situasi ini, konsep upskilling dan reskilling menjadi kebutuhan mendesak yang tidak bias diabaikan.
Upskilling adalah meningkatkan keterampilan yang sudah dimiliki, dan reskilling yaitu mempelajarai keterampilan baru yang biasanya digunakan untuk beralih profesi. Ketika teknologi AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan, analitik data, dan Internet of Things (IoT) semakin mendominasi, pasar kerja menuntut para pekerja untuk terus belajar dan beradaptasi. Mereka yang gagal memenuhi tuntutan ini beresiko kehilangan relevansi di dunia kerja modern.
Namun, tantangan ini tidak hanya dialami oleh individu saja. Organisasi, pemerintah, dan institusi pendidikan juga dihadapkan pada tugas besar untuk membangun system pelatihan dan pendidikan yang mampu menjawab kebutuhan zaman. Banyak perusahaan kini mulai menyadari pentingnya investasi dalam pengembangan keterampilan karyawan, sementara pemerintah terus mendorong program-program pelatihan sebagai bagian dari strategi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Lalu menurut Peter Jarvis (2004) bahwa pembelajaran sepanjang hayar (lifelong learning) adalah kunci untuk menghadapi perubahan dunia. Upskilling dan reskilling sesuai dengan konsep ini, dimana pekerja perlu terus belajar dan berkembang untuk menjawab tantangan dan peluang baru dalam kehidupan professional mereka.
Katz dan Murphy (1992) serta Goldin dan Katz (2008) menjelaskan bahwa peningkatan permintaan akan pekerja terampil tidak hanya dipengaruhi oleh teknologi, tetapi juga oleh pendidikan. Dalam konteks reskilling, tenaga kerja perlu diberikan pelatihan untuk mengisi kesenjangan permintaan keterampilan ini.
World Economic Forum (2024) menyatakan bahwa para pengusaha memperkirakan akan terjadi pergantian pasar tenaga kerja structural sebesar 23% dalam lima tahun kedepan. Misalnya, lebih dari separuh karyawan berusia 18-34 tahun mengatakan bahwa pengembangan karier dan potensi kemajuan merupakan alasan utama yang membuat mereka tetap bekerja.
Organisasi hanya akan berkembang dan memperoleh hak untuk memengaruhi masa depan jika mereka mengeluarkan potensi penuh pada karyawannya. Untuk mencapai hal ini, transformasi dan pertumbuhan bisnis memerlukan orang-orang terampil yang memiliki akses ke pelatihan dan pengembangan karir. Semua bisnis harus terobsesi untuk memastikan bahwa mereka menciptakan bakat yang siap menghadapi masa depan yang menyambut perubahan dan terus memperbarui diri.
Teori kemampuan dinamis menyatakan bahwa organisasi dan individu perlu memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan berinovasi dalam menghadapi perubahan pasar. Kemampuan untuk mengembangkan dan memperbarui keterampilan secara terus menerus, dalam hal ini upskilling dan reskilling merupakan aspek penting dari kemampuan dinamis ini. Dalam konteks tenaga kerja, ini berarti pekerja harus bias menyesuaikan keterampilan mereka dengan perubahan kebutuhan industry (David Teece, 1997).
Perusahaan kini semakin menyadari bahwa reskilling bukan hanya respons terhadap ancaman pemutusan hubungan kerja, tetapi sebuah strategi yang sangat penting untuk mempertahankan daya saing dipasar global. Program pelatihan yang baik didorong oleh seluruh elemen organisasi dari manajer hingga pimpinan. Dalam hal ini, kebijakan pemerintah dan kolaborasi dengan lembaga pendidikan juga memiliki peran penting untuk menciptakan ekosistem yang mendukung perkembangan keterampilan.
Disisi lain, upskilling dan reskilling juga bisa menawarkan peluang besar. Dengan meningkatkan kemampuan, para pekerja dapat membuka jalan untuk promosi, peningkatan penghasilan atau bahkan memasuki bidang karir yang sama sekali belum pernah dilakukan (baru). Lebih dari itu, reskilling menjadi jembatan bagi mereka yang ingin bangkit dari tantangan ekonomi, termasuk kehilangan pekerjaan akibat pandemik atau otomatisasi.
Pentingnya upskilling dan reskilling semakin tak terbantahkan didunia kerja yang terus berkembang pesat terutama ditengah kemajuan teknologi dan otomatisasi. Keterampilan yang dimiliki pekerja cenderung capat ketinggalan zaman yang dimana dengan banyak keterampilan hanya bertahan kurang dari lima tahun. Untuk itu, baik individu maupun organisasi perlu beradaptasi dengan perubahan ini melalui investasi dalam program pelatihan yang berkelanjutan.
Dengan pendekatan yang lebih strategis, perkembangan keterampilan yang berkelanjutan dapat membuka peluang baru, meningkatkan produktivitas dan mengurangi dampak dari perubahan besar dalam teknologi. Kedepannya, upaya kolektif dalam upskilling dan reskilling akan menjadi kunci untuk membangun tenaga kerja yang siap menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang didunia yang semakin digital.
Di era modern ini, upskilling dan reskilling adalah investasi yang tak bisa diabaikan. Dengan terus mengasah kemampuan dan membuka diri terhadap peluang baru, pekerja dapat menghadapi tantangan masa depan dengan percaya diri. Sebagai pekerja, sudahkah Anda siap untuk mengambil langkah tersebut?